Tradisi Melayu Malam Bainai Adat Minagkabau
Malam Bainai adalah malam terakhir calon pengantin perempuan sebagai seorang gadis lajang. Dimana keesokan harinya, ia sudah melangsungkan akad nikah dan sudah sah menjadi seorang istri dari mempelai pria.
Secara harafiah, Bainai ialah memakaikan inai, inai terbuat dari tumbuhan yang digunakan untuk memerahkan kuku. Malam Bainai bagi calon pengantin wanita tentu sangat mengharukan.
Tradisi malam Bainai orang minang asal Suamtra Barat memang unik. Sebagai budaya warisan leluhur, malam Bainai dilakukan calon pengantin wanita sebelum hari pernikahan.
Tradisi orang minang, malam Bainai juga berkumpul keluarga besar calon mempelai wanita untuk memberikan doa restu agar kegiatan berjalan lancar dan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah.
Makna Tradis Malam Bainai Orang Minang
Malam Bainai memiliki makna yang unik dan tentunya tradisi warisan leluhur dalam upacara pernikahan orang minang. Budaya melayu memiliki keragaman yang tak akan hilang, karena masyarakatnya tetap melestarikannya dalam kehidupan sosial.
Tradisi Bainai diyakini sebagai suatu cara untuk menghindari malapetaka bagi calon pengantin. Tradisi kepercayaan tersebut masih tetap terlestarikan.
Sehingga setiap upacara pernikahan orang minang, Malam Bainai akan dilakukan berbagai prosesi dan salah satu momen yang istimewa serta mengharukan. Malam Bainai juga menggunakan berbagai pernak pernik khas melayu, mulai dari pakaian adat, pelaminan dan lain sebagainya.
Pada malam Bainai, calon pengantin perempuan yang disebut dengan anak daro mengenakan busana tradisional bernama baju tokah dengan hiasan kepala yang bernama suntiang. Sehingga tampil cantik paripurna.
Tradisi malam bainai berasal dari Sumatra Barat begitu meriah. Mulai dari prosesi Anak daro yang hendak melewati proses mandi-mandi, dimana calon pengantin hanya diberi percikan air.
Air yang telah disiapkan dan menggunakan daun sitawa sidingin. Kemudian air tersebut akan dipercikan oleh sesepuh dalam jumlah ganjil. Sebagaimana angka ganjil diasosiasikan pada hal yang sakral, seperti sholat 5 waktu.
Sampai pada percikan air yang terakhir akan dilakukan dilakukan oleh orang tua dari anak daro. Setelah itu, anak daro dibawa melewati kain jajakan kuning menuju pelaminan oleh kedua orangtunya.
Terdapat makna dalam proses melewati kain jajakan kuning tersebut, yang melambangkan perjalanan hidup sang calon pengantin. Kain yang telah dilewati anak daro akan digulung oleh dua saudara laki-laki, maknanya sebagai melambangkan bahwa pernikahan cukup dilalui satu kali saja sehidup semati utuk dunia dan akhirat.
Tiba di pelaminan, anak daro juga akan disambut oleh kerabat wanita yang dituakan (Kerabat tetua). Pada malam Malam Bainai tersebut keluarga dan kerabat akan memberi petuah-petuah (Nasihat) pada sang anak daro sebagai bekal mengarungi bahtera rumah tangga.
Pada proses tersebut, para saudara wanita juga membubuhkan pacar pada kuku sang calon pengantin akan melakukannya sembari memberikan petuah dan berbagi nasihat kepada anak daro tersebut.
Secara harafiah, Bainai ialah memakaikan inai, inai terbuat dari tumbuhan yang digunakan untuk memerahkan kuku. Malam Bainai bagi calon pengantin wanita tentu sangat mengharukan.
Tradisi malam Bainai orang minang asal Suamtra Barat memang unik. Sebagai budaya warisan leluhur, malam Bainai dilakukan calon pengantin wanita sebelum hari pernikahan.
Tradisi orang minang, malam Bainai juga berkumpul keluarga besar calon mempelai wanita untuk memberikan doa restu agar kegiatan berjalan lancar dan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah.
Makna Tradis Malam Bainai Orang Minang
Malam Bainai memiliki makna yang unik dan tentunya tradisi warisan leluhur dalam upacara pernikahan orang minang. Budaya melayu memiliki keragaman yang tak akan hilang, karena masyarakatnya tetap melestarikannya dalam kehidupan sosial.
Tradisi Bainai diyakini sebagai suatu cara untuk menghindari malapetaka bagi calon pengantin. Tradisi kepercayaan tersebut masih tetap terlestarikan.
Sehingga setiap upacara pernikahan orang minang, Malam Bainai akan dilakukan berbagai prosesi dan salah satu momen yang istimewa serta mengharukan. Malam Bainai juga menggunakan berbagai pernak pernik khas melayu, mulai dari pakaian adat, pelaminan dan lain sebagainya.
Pada malam Bainai, calon pengantin perempuan yang disebut dengan anak daro mengenakan busana tradisional bernama baju tokah dengan hiasan kepala yang bernama suntiang. Sehingga tampil cantik paripurna.
Tradisi malam bainai berasal dari Sumatra Barat begitu meriah. Mulai dari prosesi Anak daro yang hendak melewati proses mandi-mandi, dimana calon pengantin hanya diberi percikan air.
Air yang telah disiapkan dan menggunakan daun sitawa sidingin. Kemudian air tersebut akan dipercikan oleh sesepuh dalam jumlah ganjil. Sebagaimana angka ganjil diasosiasikan pada hal yang sakral, seperti sholat 5 waktu.
Sampai pada percikan air yang terakhir akan dilakukan dilakukan oleh orang tua dari anak daro. Setelah itu, anak daro dibawa melewati kain jajakan kuning menuju pelaminan oleh kedua orangtunya.
Terdapat makna dalam proses melewati kain jajakan kuning tersebut, yang melambangkan perjalanan hidup sang calon pengantin. Kain yang telah dilewati anak daro akan digulung oleh dua saudara laki-laki, maknanya sebagai melambangkan bahwa pernikahan cukup dilalui satu kali saja sehidup semati utuk dunia dan akhirat.
Tiba di pelaminan, anak daro juga akan disambut oleh kerabat wanita yang dituakan (Kerabat tetua). Pada malam Malam Bainai tersebut keluarga dan kerabat akan memberi petuah-petuah (Nasihat) pada sang anak daro sebagai bekal mengarungi bahtera rumah tangga.
Pada proses tersebut, para saudara wanita juga membubuhkan pacar pada kuku sang calon pengantin akan melakukannya sembari memberikan petuah dan berbagi nasihat kepada anak daro tersebut.